Laporan praktikum
Mata kuliah penyuluhan
Pemanfaatan Sekam Padi Sebagai
Alternatif Penetasan Telur Ayam di Desa Sengon, Kec. Purwosari. Kab. Pasuruan
Kelompok 4
M. Gufron Fanani 115050107111002
M. Fakhrur Rozi 115050107111017
Fery Budi Prasetyo 115050107111025
Bayu Tristianto 115050107111030
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014
Ayam
merupakan unggas yang sudah cukup familiar dengan kehidupan kita, produk-produk
makanan dan lauk pauk yang berbahan dasar ayam banyak ditemukan di sekitar kita
dan banyak digemari. Boleh dikatakan Ayam dengan berbagai variannya seperti
daging dan telur telah menjadi kebutuhan “pokok” hidup kita sehari-hari.
Sebagian besar petani di Indonesia masih ada yang menerapkan sistem pengeraman
atau penetasan secara tradisional. Penetasan tradisional ini ada yang masih
menggunakan induknya (alamiah) dan ada juga yang menggunakan alat tetas yang
berupa gabah atau sekam. ( Nawhan, A. 2002)
Unggas
adalah jenis hewan ternak kelompok burung yang dimanfaatkan untuk daging
dan/atau telurnya serta jenis burung yang tubuhnya ditutupi oleh bulu. Umumnya
unggas merupakan bagian dari ordo Gallifores (seperti ayam dan kalkun), dan
Anseriformes (seperti bebek). Unggas adalah tipe hewan yang berkembangbiak
dengan cara bertelur. (Setioko, 2004)
Telur
adalah suatu bentuk tempat penimbunan zat gisi seperti air, protein,
karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral yang diperlukan untuk pertumbuhan
embrio sampai menetas. Telur yang dapat ditetaskan adalah harus fertil atau
yang lazim disebut dengan telur tetas. Telur tetas merupakan telur yang sudah
dibuahi oleh sel jantan. Bila tidak dibuahi oleh sel jantan, telur tersebut
disebut telur infertil atau lazim disebut telur konsumsi, artinya telur
tersebut tidak dapat menetas jika ditetaskan, melainkan hanya untuk dikonsumsi
saja. Adapun untuk menetaskan telur perlu diperhatikan hal-hal yang
menunjang keberhasilan dalam menetaskan. (Parwati.2007)
Unggas merupakan jenis hewan ternak kelompok burung yang
dimanfaatkan untuk daging dan/atau telurnya serta jenis burung yang tubuhnya
ditutupi oleh bulu. Umumnya unggas merupakan bagian dari ordo Gallifores
(seperti ayam dan kalkun), dan Anseriformes (seperti bebek). Unggas adalah tipe
hewan yang berkembangbiak dengan cara bertelur.( Yuwanta, T.
2003)
Untuk
memperbanyak populasi hewan unggas seperti itik, ayam, dan burung puyuh
dibutuhkan cara penetasan telur yang tepat, yaitu pengeraman telur tetas yang
akan diperbanyak. Pengeraman ini dapat terjadi jika sifat mengerami telur pada
unggas itu telah muncul. Misalnya pada ayam buras, sifat mengerami telur tampak
jelas sekali. Pada saat sifat ini muncul, ayam buras tidak akan mau lagi
bertelur. Berbeda dengan ayam ras yang sifat mengeramnya dapat diatur atau
dihilangkan dari induknya. (Tarmudji. 2000)
Penetasan
pada prinsipnya adalah menyediakan lingkungan yang sesuai untuk perkembangan
embrio unggas. Lama penetasan telur
ditempat pengeraman sangat tergantung dari jenis hewannya. Semakin kecil hewan,
semakin kecil telur yang dihasilkan. Dan, semakin tinggi suhu badan hewan,
semakin pendek waktu penetasan telurnya. Bila bentuk telur dan ukurannya
seragam, waktu penetasan akan selalu hampir bersamaan. Berbeda dengan ayam, jenis unggas lain seperti itik dan puyuh
tidak mempunyai sifat mengeram. Dahulu, untuk memperbanyak populasinya hanya
dengan seleksi alam, baik oleh induknya maupun oleh lingkungan. Namun saat ini,
dengan adanya alat penetas buatan akan mempermudah perbanyakan populasi unggas
ini. (Yuwanta, T. 2003)
Penetasan
alamiah ialah sebagaimana yang berlangsung sejak jaman dulu hingga sekarang.
Cara ini tidak membuat peternak susah-susah karena dengan sendirinya scara
naluriah ayam mengeram sampai telurnya menetas, sedangkan penetasan dengan
menggunakan alat ialah penetasan yang dibantu oleh peternak dengan cara
menyeleksi telur yang baik dan kemudian ditetaskan dengan alat tetas dan
dibandingkan dengan alamiah menggunakan alat tetas lebih efisien dan
kemungkinan telur yang menetas lebih banyak. ( Parwati.2007 )
Penetasan telur
Penetasan telur adalah usaha untuk
menetaskan telur unggas dengan bantuan mesin penetas telur yang sistem atau
cara kerjanya mengadopsi tingkah laku (behaviour) induk ayam atau unggas
lainnya selama masa mengeram. Perbanyakan populasi unggas biasanya ditempuh
dengan cara menetaskan telur yang sudah dibuahi. Menurut Paimin (2000)
penetasan telur ada dua cara, yaitu melalui penetasan alami (induk ayam) dan
melaui penetasan buatan (mesin tetas). Kapasitas produksi unggas sekali
pengeraman hanya sekitar 10 – 15 butir telur. Akan tetapi, untuk mesin tetas
sangat bervariasi tergantung kapasitas mesinnya (minimal 100 butir telur).
v Menetaskan telur dengan alat tetas
buatan
Penetasan telur dengan alat tetas
buatan ini 100% aktivitas penetasan itu membutuhkan campur tangan manusia.
Induk unggas itu hanya bertelur dan tidak punya tugas untuk menetaskan telur
tetas melalui aktivitas pengeraman. Selama mengeram hingga anaknya disapih,
ayam atau unggas itu tidak akan bertelur (Rasyaf, 1990).
Jangka
waktu lamanya penetasan yang diperlukan pada masing – masing spesies unggas
berbeda satu sama lain. Ada kecenderungan, semakin besar ukuran tubuh dari
masing – masing spesies semakin besar pula ukuran telurnya dan semakin lama
jangka waktu yang diperlukan untuk menetaskan telurnya. Jangka waktu yang
diperlukan untuk penetasan telur pada masing – masing spesie dapat dilihat pada
tabel berikut :
(sukardi, 1999)
v Syarat – Syarat Penetasan Telur
Agar mencapai hasil yang diinginkan,
maka telur yang ditetaskan harus memenuhi syarat – syarat sebagai berikut :
· Suhu dan
perkembangan embrio
Embrio akan berkembang pada suhu
ruang penetasan antara 99 – 1010F (35 – 390C), adapun
suhu yang umum untuk penetasan telur ayam adalah sekitar 100 – 1040F
(38,33 – 39,550C) atau rata – rata sekitar 100,40F. Cara
ini bertujuan untuk mendapatkan suhu telur tetas yang diinginkan.
· Kelembaban
dalam induk buatan
Selama penetasan berlangsung
diperlukan kelembapan yang sesuai dengan perkembangan dan pertumbuhan embrio.
Kelembaban yang umum untuk penetasan telur ayam sekitar 60 – 70 %.
· Ventilasi
Perkembangan normal embrio
membutuhkan oksigen (O2) dan mengeluarkan karbondioksida
(CO2) melalui pori – pori kerabang telur. Untuk itulah didalam mesin
tetas harus cukup tersedia oksigen.
v Penetasan dengan
Menggunakan Panas Matahari dan Gabah
Matahari
merupakan sumber panas yang murah dan di Indonesia hampir selalu tersedia
setiap saat. Penetasan telur dengan sumber panas matahari biasanya menggunakan
bahan penahan panas atau penyimpan panas berupa gabah, sekam padi ataupun
serbuk gergaji.
Jumlah telur
tetas yang mampu ditetaskan selama periode penetasan bisa lebih dari 1000
butir, tergantung besarnya alat yang dipakai. Persentase penetasan memang boleh
dikatakan kecil, hanya berkisar antara 60-70%. Hal ini dipengaruhi faktor tidak
terkontrolnya suhu dan kelembaban udara sehingga kemungkinan besar terserang
infeksi jamur atau bakteri dan hanya tergantung pada sinar matahari. Ruangan
tempat penetasan diusahakan berventilasi dan bercahaya cukup. Pada prinsipnya
pengoperasian alat ini sepenuhnya menggunakan tenaga matahari. Sekam hanya
dipakai menyimpan dan menyebarkan panas secara merata pada telur tetas.
Penetsan
tradisional ini menggunakan sekam padi (boleh juga menggunakan gabah atau
serbuk kayu), alat yang di butuhkan antara lain: kotak pengeraman, keranjang
bambu, karung goni dan kotak penetasan. Kotak pengeraman disesuaikan dengan
besarnya menurut jumlah keranjang yang dipasang didalamnya. Kotak penetasan
juga disesuaikan dengan jumlah telur yang akan ditetaskan. Secara ringkas
proses penetasan telur dengan cara ini adalah :
1.
Memilih bentuk telur.
Telur-telur yang dipilih tidak terlalu lonjong dan tidak terlalu bulat.
2.
Membersihkan telur yang lulus
seleksi untuk ditetaskan satu persatu dengan lap basah.
3.
Menjemur telur tersebut di
panas matahari selama 1-2 jam dengan suhu maksimum pada telur mencapai 39° C.
4.
Jemur juga gabah yang akan
dipakai selama 3 jam.
5.
Penjemuran sebaiknya dilakukan
pada jam 08.00-11.00.
6.
Apabila tidak
ada panas / sinar matahari, goreng tanpa minyak
(gongso/sangrai) padi kering terlebih dahulu sampai matang tapi jangan sampai
gosong atau hangus.
7.
Pemanasan gabah pada hari
pertama dilaksanakan satu kali saja, sedang untuk hari kedua dan seterusnya
dilakukan dua kali sehari yaitu pukul 08.00 dan 15.00 dengan lama pemanasan 1-2
jam.
8.
Penjemuran gabah menggunakan
karung agar mudah diangkat kembali. Agar diperoleh panas merata, tiap karung
diisi 2 kg gabah dan harus dibolak-balik.Untuk 170 telur perlu 1,5-2 kg gabah.
9.
Jika pemanasan sudah cukup,
telur dan gabah dimasukkan dan disusun dengan rapi dalam keranjang. Lapisan
bawah keranjang diletakkan karung goni dan gabah dengan ketebalan kira-kira
melebihi tinggi telur dan telur disusun tegak diatas gabah. Pertama
sekam dimasukkan didasar keranjang setebal 8-10cm, menyusul telur satu per satu
diatur dalam posisi berdiri untuk mempermudah
pengamatan, telur diberi kode yang membedakan sisi atas dan bawahnya, kemudian
selimutkan dengan karung goni. Diatas telur diletakkan kain
atau karung lalu ditutup kembali dengan gabah setebal peletakan gabah dibagian
dasar. Kegiatan peletakan gabah telur diulang ulang hingga keranjang penuh. Kemudian
keranjang dimasukkan ke dalam kotak pengeraman dan diisi sekam padi.
10. Keranjang / kotak pengeraman ditutup
dengan tutup keranjang. Letakkan keranjang ini dalam kotak pemeraman yang
dasarnya telah diisi gabah.
11. Isi sela-sela keranjang dengan gabah sampai penuh setinggi keranjang.
12. Pada hari kedua, semua telur diperiksa dan gabah dipanaskan. Susun gabah
pada keranjang dan masukkan dalam kotak pemeraman.
13. Pada hari ketiga sampai keenam telur tidak perlu diperiksa, tetapi telur
tersebut dibalik balik 3 kali sehari dengan keranjang dan gabah baru, kegiatan
ini dilakukan sampai hari keenam belas.
14. Setelah telur sudah beberapa hari di dalam keranjang tercapai telur
dipindahkan pada rak penetasan.
15. Pada rak telur ditaruh pada gabah dan ditutupi kain atau karung dan lakukan
juga pembalikan sampai telur menetas.
3.2.4.
Keranjang pengeraman, Rak penetasan dan Peti pengeraman
a.
Keranjang pengeraman
b.
Rak penetasan
c. Peti
pengeraman
3.2.5. Spesifikasi Teknis
Alat
terdiri dari:
ü Keranjang
pengeraman dari bambu (umumnya tinggi keranjang 70-80 cm dengan diameter 40 cm.
ü Peti
pengeraman (tinggi 100 cm, lebar 70-80 cm dan panjang 180 cm. Dari papan
triplek)
ü Tutup
keranjang (dari bambu dengan diameter dalam 40 cm)
ü Rak
penetasan (dari kayu rak paling bawah letaknya 80 cm dari lantai)
BAB
IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Dari
pembahasan dari yang sudah dijelaskan dapat disimpulkan bahwa penetesan
tradisional dibedakan menjadi 3 yakni :
a.
Penetasan alamiah
(penetasan yang masih menggunakan ayam indukan untuk mengeram telurnya tanpa
ada campur tangan manusia didalamnya)
b.
Penetasan buatan
(penetasan yang sudah ada campur tangan manusia dengan bantuan alat tetas (lampu dop atau lampu inyak )
c.
Penetasan secara
tradisional (menggunakan sekam padi, gabah dll) dengan
menggunakan panas matahari dan gabah.
d.
Penetasan telur adalah usaha untuk menetaskan telur
unggas dengan bantuan mesin penetas telur yang sistem atau cara kerjanya
mengadopsi tingkah laku (behaviour) induk ayam atau unggas lainnya selama masa
mengeram.
e.
Syarat – syarat penetasan telur : suhu dan
perkembangan embrio, kelembapan dalam induk buatan dan ventilasi.
Gan bisa juga menetaskan telur ayam, biasanya sekamdigunakan untuk telur bebek saja
BalasHapusBYTEG MURAH, AWET, HANDAL, DAN CANGGIH
BalasHapus@bopelnews
BalasHapusBopelnews Menyediakan Berita Seputar Sepak Bola Terlengkap Dan Terupdate
Yuk baca sekarang juga berita- berita hangat seputar sepak bola dunia